Selasa, 17 Januari 2017

makalah tafsir tarbawi - Memfasilitasi Perkembangan Potensi Anak Didik



MEMFASILITASI
PERKEMBANGAN POTENSI ANAK DIDIK
Oleh: Siti Sa’diah

A.    PENDAHULUAN
Potensi adalah kesanggupan, daya, kemampuan untuk lebih berkembang. Sedangkan potensi anak didik adalah kapasitas atau kemampuan dan karakteristik/sifat yang memiliki kemungkinan dikembangkan. Potensi anak didik akan berkembang dengan baik selepas difasilitasi. Sebaliknya potensi peserta didik sama sekali tidak memiliki pengaruh apa pun bagi peserta didik itu sendiri apabila tidak difasilitasi. Pada akhirnya, Setiap peserta didik adalah individu yang unik. Unik karena mereka memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda antara satu dengan yang lain[1].
Berdasarkan firman Allah SWT di bawah ini antara lain:
1.    فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِدِّيْنِ حَنِيْفًاۚ فِطْرَتَ اللهِ الَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۚ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِۚ ذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمُ وَلٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ
       Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia dari fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS Ar-Rum/30:30)
2.    وَ أَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّ مِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرهِبُوْنَ بِهٖ عَدُوَّ اللهِ وَ عَدُوُّكُمْ وَ اٰخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْ لَا تَعْلَمُوْنَهُمُ اللهُ يَعْلَمُهُمْۚ
Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah, musuhnu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. (QS Al-Anfal/8:60)
Dan secara maudhu’i (tematik) menunjukan adanya kajian penting dalam menjelaskan (menafsirkan) ayat-ayat di atas yang berhubungan dengan  “Memfasilitasi Perkembangan Potensi Anak Didik” :  Pertama, apakah yang dimaksud manusia diciptakan menurut fitrah Allah/agama?  dari kata: فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا. Kedua, apakah yang dimaksud dengan mempersiapkan kekuatan yang kamu sanggupi? dari kata: مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ. Ketiga, apakah yang dimaksud menambat kuda secara kontektual untuk berperang? dari kata: مِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ  Keempat, apakah manfaat dari mengembangkan potensi anak didik? dari kata: تُرهِبُوْنَ بِهٖ عَدُوَّ اللهِ : Berikut pembahasannya.
B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian Fitrah
Kata فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا   (telah menciptakan manusia dari fitrah itu). Yakni agama-Nya. Makna yang dimaksud ialah tetaplah menurut fitrah atau agama Allah[2]. Dalam pengertian lain. Kata فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا   dalam artinya telah diciptakan oleh Allah SWT dalam diri manusia. Karena sesunggguhnya Dia menjadikan dalam diri mereka fitrah yang selalu cenderung kepada ajaran tauhid dan meyakinkannya[3]. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ. (رواه البخاري و مسلم)
Artinya “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah” (H.R Bukhari dan Muslim)
Allah SWT berfirman dalam QS Ar-Rum/30:30
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِدِّيْنِ حَنِيْفًاۚ فِطْرَتَ اللهِ الَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۚ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِۚ ذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمُ وَلٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ ۝
Artinya “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia dari fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Ar-Rum/30:30)
Fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Jika ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu karena pengaruh lingkungan[4].
Secara bahasa, kata fitrah diambil dari kata Al-Fathr (الفطر) yang berarti belahan atau pecahan. Dan dari kata ini, lahir makna-makna lain seperti ‘penciptaan’ dan ‘kejadian’. Dengan demikian, fitrah manusia berarti kejadiannya sejak semula atau bawaannya sejak lahir. Dari pernyataan tersebut, fitrah merupakan sifat/karakter manusia sejak dalam kandungan.
Secara istilah, fitrah adalah sifat dasar atau karakter manusia yang telah ditanamkan dalam diri manusia sejak dalam kandungan oleh Allah SWT untuk menghadapi kehidupan dan sebagai sarana untuk mengenal-Nya.
Di dalam pengertian lain, kata fitrah berasal dari bahasa Arab (bentuk qi-yasan mashdar dari kata fathara-yafthuru-fathran), artinya sifat, asal kejadian, kesucian, kemuliaan, bakat, atau agama yang benar. Yang semuanya disandarkan kepada manusia. Sedangkan menurut istilah, ada beberapa pendapat yang mendefinisikan fitrah, di antaranya Asy-Syarif Ali bin Ahmad al-Jurjani, sebuah karakter yang senang dalam menerima agama; Raghib al-Isfahani, kekuatan dan kemampuan yang diberikan Allah SWT kepada manusia untuk mengenal iman; menurut ahli fikih, karakter yang bersifat suci dan asli yang dibawa manusia sejak lahir; sedangkan ahli filsafat mengartikan sebagai suatu persiapan sebelum lahir ke dunia untuk melaksanakan hukum Allah SWT yang akan mampu membedakan antara hak dan batil[5].
2.      Persiapan Perang
Kata مَا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ (kekuatan apa saja yang kamu sanggupi). Yang dimaksud dengan kekuatan ialah Ar-Ramyu (pasukan pemanah)[6]. Allah Ta’ala memerintahkan kepada kaum mu’minin untuk mengadakan persiapan perang yang mesti dilakukan, dan menghindarkan serangan musuh, melindungi jiwa dan kebenaran[7]. Imam Muslim meriwayatkan bahwa Uqbah bin Amir berkata:
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ : "وَأَعِدُّواْ لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ", أَلَا أَنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ (رواه مسلم أبو داود وابن ماجه)
Artinya, “Aku mendengar Rasulullah saw. Ketika beliau di atas mimbar berkata, ‘Dan siapkanlah untuk mengahdapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.’ Ketahuilah, kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah kekuatan itu adalah memanah.” (HR Muslim, Abu Daud dan Ibn Majah)[8].
Islam menetapkan bahwa kemenangan itu harus memiliki persiapan riil yang berupa kekuatan[9]. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Anfal ayat 60:
وَ أَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّ مِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرهِبُوْنَ بِهٖ عَدُوَّ اللهِ وَ عَدُوُّكُمْ وَ اٰخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْ لَا تَعْلَمُوْنَهُمُ اللهُ يَعْلَمُهُمْۚ ۝
Artinya “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah, musuhnu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya”. (QS Al-Anfal/8:60)
Allah SWT memerintahkan pada ayat ini agar kaum muslimin menyiapkan kekuatan guna menghadapi musuh-musuh Islam, baik musuh yang nyata yang telah mereka ketahui, maupun yang belum menyatakan perangnya secara terang-terangan.
Pertama-tama sekali yang harus dibina ialah kekuatan iman yang akan menjadikan mereka percaya dan berkeyakinan bahwa mereka adalah pembela kebenaran, penegak kalimat Allah di muka bumi dan mereka pasti menang dalam menghadapi dan membasmi kedzaliman dan keangkara murkaan[10]. Kekuatan iman yang sempurnalah yang dapat membina kekuatan mental yang harus ditanamkan pada hati segenap rakyat agar mereka benar-benar menjadi bangsa yang tangguh dan perkasa dalam menghadapi berbagai macam kesulitan dan cobaan[11]. Bangsa yang kuat tidak akan dapat dikalahkan oleh bangsa lain bagaimanapun sempurnanya peralatan dan senjata mereka. Hal ini telah dibuktikan dalam perang Badar di mana tentara kaum Musyrikin jauh lebih besar jumlah dan persenjataannya. Mereka dapat dipukul mundur pleh tentara Islam yang sedikit jumlahnya dan kurang persenjataannya, tetapi kuat mental dan teguh beriman[12].
Maka, mempersiapkan kekuatan itu merupakan kewajiban yang menyertai kewajiban jihad. Nash ini memerintahkan kaum muslimin mempersiapkan kekuatan dan sarana yang beraneka ragam[13].
Islam harus memiliki kekuatan yang dapat dipergunakannya untuk membebaskan manusia di muka bumi[14].
Pertama-tama yang harus dilakukan oleh kekuatan ini dilapangan dakwah adalah memberi keamanan kepada orang-orang yang memilih akidah Islamiah in secara bebas, tanpa ada yang menghalangi dan memfitnahnya. Demikian pula sesudahnya. Kedua, menakut-nakuti musuh-musuh agama ini, agar tidak melakukan permusuhan terhadap Daarul Islam yang dilindugi kekuatan tersebut. Ketiga, menakut-nakuti musuh agar tidak berpikir untuk menghalang-halangi perkembangan dakwah Islam yang hendak membebaskan semua manusia di seluruh muka bumi. Keempat, menghancurkan setiap kekuatan di muka bumi yang memberikan identitas Uluhiyyah ‘ketuhanan’ kepada dirinya, latas mengatur manusia dengan hukum-hukum, syari’at, dan kekuasaannya, dan tidak mengakui bahwa ketuhanan itu hak Allah saja. Dengan demikian, seluruh kedaulatan itu hanya kepunyaan Allah yang Maha Suci[15].

3.      Menambat Kuda Secara Kontektual
Kata مِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ (dari kuda-kuda yang ditambat) lafadz ribath berbentuk masdar, yang artinya kuda yang sudah disedikan untuk berperang di jalan Allah SWT[16]. Persiapkanlah, sesuai dengan kesanggupan kalian, untuk menghadapi mereka, kekuatan perang dan pasukan kuda yang ditempatkan agar kalian dapat menggetarkan musuh Allah yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, serta musuh kalian yang senantiasa menantikan datangnya musibah kepada kalian. Tidak ada yang dapat mencegah terjadinya peperangan kecuali persiapan untuk berperang itu sendiri. Orang-orang kafir, jika mereka mengetahui persiapan kaum muslimin untuk berjihad dan kelengapan persenjataan dan peralatan perangnya, tentu mereka akan takut[17].
Imam Malik meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Kuda itu ada tiga kategori, kuda berpahala, kuda pelindung dan kuda berdosa bagi seseorang. Adapun kuda berpahala ialah bila seseorang menambatnya di jalan Allah kemudian dia membiarkannya dipadang rumput atau lapangan dengan lama. Maka tiada padang dan lapangan yang terkena oleh kuda selama itu, melainkan menjadi kebaika bagi orang itu. Jika kuda itu melintas sungai lalu kuda itu minum, maka hal itu merupakan kebaikan baginya. Ada orang yang menambatnya sebagai kekayaan dan kebanggaan, namun dia tidak melupakan hak Allah yang terdapat dalam leher dan punggungnya, maka kuda itu sebagai pelindung baginya. Sedangkan orang yang menambatnya untuk sombong, ria, maka kuda yang demikian merupakan dosa baginya[18].
Kuda-kuda yang ditambat di sini adalah karena ia merupakan sarana yang paling menonjol bagi orang-orang yang dikenal firman Allah dengan Al-qur’an ini pertama kalinya. Seandainya mereka tidak diperintahkan mempersiapkan sarana-sarana yang tidak mereka kenal pada waktu itu, dan baru akan dijumpai pada masanya nanti, berarti Allah memerintahkan dengan sesuatu yang membingungkan[19].
Dalam firman Allah SWT QS Al-Anfal/8:60 dijelaskan bahwa, Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk mempersiapkan tentara berkuda yang di tempatkan pada tempat strategis, siap menggempur dan menghancurkan setiap serangan musuh dari manapun datangnya[20].
Dalam Q.S An-Nahl/16:8 dijelaskan:
وَالْخَيلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيْرَ لِتَرْكَبُوْهَا وَزِيْنَةً ۚ وَيَخْلُقُ مَالَا تَعْلَمُوْنَ ۝
Artinya: “Dan (Dia telah mencitakan) kuda, bagal[21] dan keledai, untuk kamu tunggangi dan (menjadi) perhiasan. Allah menciptakan apa yang kamu tidak ketahui”. QS. An-Nahl/16:8
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa adanya binatang jenis lain. Dan ini adalah jenis lain yang diciptakan Allah SWT untuk hamba-hamba-Nya. Dia menganugrahkannya bagi mereka. Jenis ini adalah kuda, bigal dan keledai yang dijadikan Allah untuk ditunggangi dan sebagai perhiasan[22].
Adapun dalam Kitab Tafsir Al-Azhar menjelaskan, Allah SWT menyebutkan beberapa binatang ternak yang bermafaat bagi hidup dan kehidupan manusia itu, yaitu Allah mencitakan kuda, bagai dan keledai uantuk dikendarai dan dijadikan perhiasan yang menyenangkan[23].
Ada segolongan Fuqoha yang mengharamkan daging kuda. Mereka ini mengemukakan alasan bahwa kuda itu diciptakan Allah untu dijadikan kendaraan bukan untuk dimakan. Alasan ini diperkuat dengan mantuqnya ayat[24].
Di dalam ayat ini disebutkan tiga jenis binatang ternak. Hal ini menunjukkan bahwa kuda, keledai dan himar hukumnya sama-sama haram dimakan. Dan seumpama ketiga binatang ini boleh dimakan tentulah disebutkan dalam ayat ini, sebab kebutuhan seseorang untuk makan lebih terasa dari pada kebutuhan mereka terhadap kendaraan[25]
Akan tetapi alasan yang dikemukakan di atas ini tidak disetujui oleh kalangan fuqoha yang lain dengan alasan bahwa seandainya ayat ini menunjukkan keharaman kuda, tentulah keledai yang dipelihara termasuk ke dalamnya[26].
Dan jika demikian pengertiannya, tentulah pada saat terjadinya perang khoibar tidak perlu adanya penegasan keharman memakan keledai piaraan itu, karena ayat itu turun jauh sebelum perang khaibar yaitu turun di Makkah[27].
4.      Manfaat Pengembangan Fotensi Anak Didik
Kata تُرْهِبُوْنَ  (untuk membuat takut)[28] kalian membuat getar. بِهِ عَدُوَّ اللهِ (dengan adanya persiapan itu musuh Allah dan musuh kalian) artinya orang-orang kafir Mekah[29]. Jika mereka mengetahui persiapa kaum muslimin untuk berjihad dan kelengkapan persenjataan dan peralatan perangnya. Niscaya orang-orang kafir itu akan takut. Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas.
Pada masa Nabi pasukan berkuda amat tinggi nilainya dan amat besar keampuhannya[30]. Suatu negeri yang mempunyai pasukan berkuda yang besar akan disegani oleh negeri-negeri lain, dan negeri lain itu akan berpikir-pikir dulu bila akan menyerang negeri itu[31].
Dengan persiapan perang yang tangguh dan kuat itu, akan berpikirlah musuh itu sebelum memerangi kamu dan sebelum mereka memungkiri janji[32].
Menimbulkan rasa takut di dalam hati para musuh-musuh Allah yang notabene adalah musuh kaum muslimin, yang tampak jelas dan diketahui oleh kaum muslimin. Ataupun yang di belakang mereka yang tidak diketahui oleh kaum muslimin, atau yang tidak menampakkan sikap permusuhannya, sedang Allah mengetahui rahasia dan hakikat mereka yang sebenarnya. Mereka ini perlu ditakut-takuti oleh kekuatan Islam, meskipun tidak melakukan tindakan fisik terhadap mereka[33].
Kaun Muslimin harusnya kuat dan menghimpun kekuatan semampu mungkin supaya menjadi golongan yang ditakuti di muka bumi juga supaya kalimat Allah menjadi yang paling tinggi dan hanya kepunyaan Allah[34].
Karena persiapan itu membutuhkan biaya dan semua system bertumpu pada prinsip tolong menolong maka seruan untuk berjihad ini di iringi dengan seruan untuk menginfakkan harta di jalan Allah[35].
Apa saja yang kamu nafkahkann pada jalan Allah, nisccaya akan di balas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya.” (Al-Anfal: 60)
Demikianlah islam membersihkan jihad dan infak fi sabilillah itu dari semua tujuan duniawi, dar kepentingan pribadi, darri sentiment kebangsaan atau kelas, agar semata-mata tulus karena Allah, dijalan Allah, yakin, untuk menjungjung tinggi kalimat Allah dan untuk mencari keridhaan Allah[36].
Oleh karena itu, sejak pertama, islam meniadakan semua bentuk kekurangan yang di dasarkan kepada kepentingan pribadi dan daulah. Yaitu, semua peperangan yang berdasarkan untiuk mengeruk kekayaan dan membuka atau menguasai pasar, semua peperangan yang dimaksudkan untuk menekan dan menghinakan semua peperangan yang di maksudkan untuk berkuasanya satu Negara atas Negara lain, suatu kaum atau kaum lain, suatu bangsa atau bangsa lain, suatu kelas atau kelas lain.
Islam hanya menetapkan satu jenis gerakan saja, yaitu gerakan jihad di jalan allah. Sedangkan, allahtidak menghendaki satu bangsa menindas bangsa lain, suatukaum atas kaum lain, suatu kelas atas kelas lain, seseorang ats orang lain, dan suatu suku atas suku lain.allah menghendaki dominannya uluhiahh-Nya, kekuasaan-nya, dan kekuatannya. Sedangkan, dia maha kaya,tidak membutuhkan alam semesta. Akan tetapi, diminasi uluhiyahnya sajalah yang menjamin kebaikan, keberkahan, kemerdekaan, dan kemuliaan bagi seluruh semesta[37].

C.    KESIMPULAN
1.      Seperti yang telah dipaparkan di atas, manusia telah diciptakan menurut fitrah Allah yaitu beragama Islam. Fitrah manusia berarti kejadiannya sejak semula atau bawaannya sejak lahir, fitrah merupakan sifat/karakter manusia sejak dalam kandungan. Fitrah adalah sifat dasar atau karakter manusia yang telah ditanamkan dalam diri manusia sejak dalam kandungan oleh Allah SWT untuk menghadapi kehidupan dan sebagai sarana untuk mengenal-Nya.
2.      Allah Ta’ala memerintahkan kepada kaum mu’minin untuk mengadakan persiapan perang yang mesti dilakukan, dan menghindarkan serangan musuh, melindungi jiwa dan kebenaran. Mempersiapkan kekuatan itu merupakan kewajiban yang menyertai kewajiban jihad. Nash ini memerintahkan kaum muslimin mempersiapkan kekuatan dan sarana yang beraneka ragam.
3.      Allah SWT telah menyediakan kuda untuk berperang di jalan-Nya. Namun, seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa kuda itu sendiri tebagi menjadi tiga, yaitu: kuda berpahala, kuda pelindung dan kuda berdosa. Dalam firman Allah SWT QS Al-Anfal/8:60 dijelaskan bahwa, Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk mempersiapkan tentara berkuda yang di tempatkan pada tempat strategis, siap menggempur dan menghancurkan setiap serangan musuh dari manapun datangnya.
4.      Dengan adanya persiapan dari perang itu, jika orang-orang kafir mengetahuinya maka mereka akan takut. Karena tidak ada yang dapat mencegah peperangan itu kecuali dengan memparsiapkan segala peperangan. Dengan persiapan perang yang tangguh dan kuat itu, akan berpikirlah musuh itu sebelum memerangi kamu dan sebelum mereka memungkiri janji. Kaun Muslimin harusnya kuat dan menghimpun kekuatan semampu mungkin supaya menjadi golongan yang ditakuti di muka bumi juga supaya kalimat Allah menjadi yang paling tinggi dan hanya kepunyaan Allah.





























REVERENSI

1.      Abdulmalik Abdulkarim Abdullah, Tafsir al-Azhar. (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985). Juz X
2.      Ahmad Mushthafa Al-Maghribi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi. (Semarang: PT Karya Toha, 1989
3.      Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008, Jilid 1
4.      Muhammad Nasib Ar-Rifa’i. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Jilid 2
5.      Rafiah Basuki dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1990, Cet. Ke-II, Jilid IV
6.      Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press, 2003, Jilid 10.




[1] Daniel Yonathan Missa, Potensi Anak Didik, http://www.kompasiana.com/atonimeto/potensi-peserta didik_ Diakses pada Kamis, 07 April 2016 17:23 WIB


[2] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), Jilid 2, hlm 458.
[3] Ahmad Mushthafa Al-Maghribi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi. (Semarang: PT Karya Toha, 1989), Jilid 21, hlm 83.
[4] Al-Qur’an Digital
[5] Ulmyee Putra, Pengertian Fitrah Secara Bahasa dan istilah, Pendidikan Agama Islamhttp://ulmyee-poetra.blogspot.co.id/2011/03/pengertian-fitrah-secara-bahasa-dan.html Diakses pada Minggu, 10 April 2016 16:16 WIB.
[6] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008), Jilid 1. hlm 695.
[7] Ahmad Mushthafa Al-Maghribi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi. (Semarang: PT Karya Toha, 1987), Jilid 10. hlm 37-38.
[8] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), Jilid 2. hlm 544.
[9] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), Jilid 10. hlm 60
[10] Rafiah Basuki dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1990), Cet. Ke-II, Jilid IV, hlm 27
[11] Ibid…, hlm 27
[12] Ibid, hlm 27
[13] Ibid, Sayyid Qutb. hlm 61
[14] Ibid, hlm 61
[15] Ibid, hlm 61
[16] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008), Jilid 1, hlm 695.
[17] Op.Cit.Ahmad Mushthafa Al-Maghribi, hlm 39.
[18] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), Jilid 2, hlm 544.
[19] Ibid, Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Jilid 10, hlm 61
[20] Ibid,  Rafiah Basuk, hlm 28
[21] Bagal yaitu peranakan kuda dengan keledai.
[22] Ibid, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 1. hlm 1013.
[23] Ibid, Abdulmalik Abdulkarim Abdullah, Tafsir al-Azhar. Juz 14, hlm 338
[24] Ibid, hlm 338
[25] Ibid, hlm 338
[26] Ibid, hlm 338
[27] Ibid, hlm 338
[28] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008), Jilid 1, hlm 695
[29] Op.Cit. Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, hlm 696
[30] Ibid,  hlm 28
[31] Ibid,  hlm 28
[32] Abdulmalik Abdulkarim Abdullah, Tafsir al-Azhar. (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985). Juz X, hlm 43
[33] Ibid, Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Jilid 10, hlm 62
[34] Ibid, hlm 62
[35] Ibid, hlm 63

[36] Ibid, hlm 63
[37] Ibid, hlm 63

Tidak ada komentar:

Posting Komentar